Pasar Petobo adalah salah satu pasar
induk di Kota Palu
yang terletak di jalan Bulili kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan. Karena
terletak di jalan Bulili sehingga pasar ini dinamakan Pasar Induk Bulili.
Walau pemerintah kota Palu menjulukinya sebagai pasar induk, namun kondisi yang sebenarnya jauh dari julukan tersebut. Parameter sebuah pasar induk coba kita ambil saja, pasar induk yaitu sebuah pasar yang dipusatkan dan ramai akan aktifitas jual beli.
Walau pemerintah kota Palu menjulukinya sebagai pasar induk, namun kondisi yang sebenarnya jauh dari julukan tersebut. Parameter sebuah pasar induk coba kita ambil saja, pasar induk yaitu sebuah pasar yang dipusatkan dan ramai akan aktifitas jual beli.
Apakah aktifitas pasar dan jual beli
yang ada disekitar Kecamatan Palu Selatan terpusat di pasar Petobo? Jawabannya
adalah tidak sama sekali.
Kini, siapa yang dipersalahkan?
Pemerintah kah? Pedagang kah? Pembeli kah? atau mungkin masalah-masalah seperti
ini sudah membudaya dan sulit dihilangkan dalam kehidupan masyarakat di Kota Palu,
Provinsi Sulawesi Tengah.
Kondisi Pasar Induk Bulili yang sangat Sepi
Mengapa Pasar Petobo sepi?
Ada banyak
faktor yang dapat mengakibatkan pasar induk ini sepi.
Salah satu faktornya menurut asumsi
saya
yaitu karena faktor letak lokasi Pasar Petobo. Letak pasar Petobo tidak
strategis, berada di jalan bulili yang relatif jarang dilalui kendaraan, jauh
dari jalan raya kota yang ramai, dan jauh dari tempat-tempat aktifitas rutin
penduduk. Upaya-upaya pemerintah dalam promosi dan penetapan terminal di depan
pasar Petobo hanya berdampak kecil bagi pertumbuhan pasar ini.
“Sebenarnya pasar ini tidak sepi, cuman
para pedagangnya yang kurang. Karena kurangnya para pedagang, jualan yang
tersedia di Pasar ini kurang lengkap dan para pembeli mencari ditempat lain.”
Tutur Permadi, pedagang yang berjualan di Pasar Bulili tersebut.
Aktifitas jual beli relatif sepi, oleh karena itu para pedagang memutuskan untuk berdagang kembali di tepi-tepi jalan di Kota Palu. Lihat saja di jalan Dewi Sartika, jalan Towua, jalan Banteng, jalan Kijang, jalan I Gusti Ngurahrai, dan jalan Tombolotutu kini ada pasar-pasar kecil atau biasa disebut Pasar Tumpah. Kondisi ini mengancam kelancaran lalu lintas kendaraan di Kota Palu, serta membuat penataan Kota Palu terlihat semeraut. Para pedagang pasar yang berdagangan tersebut mendagangkan ikan dan sayur-sayuran.
“Para pedagang dipasar ini kini banyak
yang pindah di jalan Dewi Sartika, menurut mereka berjualan disana lokasinya
lebih strategis karena para pembeli lebih mudah mengaksesnya. Tapi kalau
pemerintah melarang aktifitas jual beli di tepi jalan tersebut mungkin para
pedagang akan tetap disini dan Pasar Induk Bulili ini tetap ramai, karena para
pembeli otomatis akan tetap datang disini walaupum jauh.” Ujar Permadi,
meyesali.
Di tengah-tengah kembalinya para
pedagang ke jalan-jalan Kota, ada juga beberapa pedagang yang terpaksa bertahan
di Pasar Induk Petobo. Sebagian pedagang-pedagang yang masih bertahan di Pasar
Induk Petobo tetap berjualan seperti biasanya.
“Saya tetap akan berjualan di Pasar ini,
karena saya ingin mempertahankan Pasar ini supaya tidak mati. Kalau pindah
berjualan di jalan raya saya juga bisa tetapi saya tidak mau karena saya ingin
mempertahankan Pasar ini. Padahal Pasar ini dibangun karena program pemerintah,
masa mau dibiarkan mati begitu saja.” Lanjut Permadi
Kepala seksi (Kasi) Retribusi Pasar pada
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Perindakop) dan UKM Kota Palu,
Desinanto Lebang membenarkan pembangunan pasar tersebut telah menghabiskan dana
APBD dan APBN miliaran rupiah.
Dia mengatakan, pasar tradisional
Bulili Petobo, sejak direnovasi tahun 2009, telah menghabiskan dana APBD Kota
Palu sebanyak Rp 1 miliar. Kemudian, pada tahun 2009 pasar tradisional Bulili
Petobo juga memperoleh dana stimulus melalui departemen koperasi sebanyak Rp 1
miliar. Selanjutnya pada 2010, pasar tradisional Bulili Petobo kembali
memperoleh anggaran sebanyak Rp946.280.000, ditambah dana APBD Rp33.720.000.
Pedagang Pasar Tumpah yang ada di jalan
Dewi Sartika sendiri sudah pernah dipindahkan kembali ke Pasar Bulili, tetapi
mereka tetap kembali berjualan di jalanan lagi.
“Para pedagang yang berjualan di tepi-tepi
jalan Dewi Sartika tersebut sudah pernah dipindahkan oleh Satpol PP kembali ke
Pasar Bulili, tetapi mereka tetap pindah berjualan di tepi jalan Dewi Sartika.
Tidak mungkin mereka harus diberitahukan berkali-kali sudah besar kok” kata
Yudhi Riyani selaku Kepala bidang Pasar Kota Palu.
Solusi dari pemerintah untuk Pasar
Bulili ialah menjadikan Pasar Bulili tersebut sebagai pusat para pedagang Cakar
yang ada di Palu.
“Solusinya mungkin Pasar Bulili akan
saya jadikan sebagai pusat Cakar yang ada dipalu. Pemerintah bekerja sama
dengan Asosiasi Pedagang Cakar Kota palu menjadikan Pasar bulili tersebut
sebagai pusat Cakar yang ada di palu. Jadi, semua para pedagang Cakar yang ada
di Palu di pindahkan ke Pasar Bulili dan tidak ada lagi pedagang cakar yang
berjualan di pinggir jalan. Rencana ini mungkin akan di realisasikan 2015
mendatang.” Lanjut Yudhi Riyani
Tetapi menurut asumsi saya tidak hanya
di pindahkan begitu saja, pemerintah juga perlu mempublikasikan secara luas
tempat tersebut. Agar dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Selain itu perlu
juga untuk menjaga kebersihan Pasar, guna memberikan rasa nyaman kepada pembeli
yang ingin berbelanja di Pasar tersebut. Agar Pasar Tradisional yang ada di
Kota Palu ini tidak kalah dengan Pasar Moderen yang semakin banyak dibangun di
Kota Palu.