Sabtu, 04 Oktober 2014

Pasar Tradisional Yang mulai Terabaikan


Pasar Petobo adalah salah satu pasar induk di Kota Palu yang terletak di jalan Bulili kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan. Karena terletak di jalan Bulili sehingga pasar ini dinamakan Pasar Induk Bulili

Walau pemerintah kota Palu menjulukinya sebagai pasar induk, namun kondisi yang sebenarnya jauh dari julukan tersebut. Parameter sebuah pasar induk coba kita ambil saja, pasar induk yaitu sebuah pasar yang dipusatkan dan ramai akan aktifitas jual beli.
Apakah aktifitas pasar dan jual beli yang ada disekitar Kecamatan Palu Selatan terpusat di pasar Petobo? Jawabannya adalah tidak sama sekali.
Kini, siapa yang dipersalahkan? Pemerintah kah? Pedagang kah? Pembeli kah? atau mungkin masalah-masalah seperti ini sudah membudaya dan sulit dihilangkan dalam kehidupan masyarakat di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

 Kondisi Pasar Induk Bulili yang sangat Sepi

Mengapa Pasar Petobo sepi?
     Ada banyak faktor yang dapat mengakibatkan pasar induk ini sepi.
Salah satu faktornya menurut asumsi saya yaitu karena faktor letak lokasi Pasar Petobo. Letak pasar Petobo tidak strategis, berada di jalan bulili yang relatif jarang dilalui kendaraan, jauh dari jalan raya kota yang ramai, dan jauh dari tempat-tempat aktifitas rutin penduduk. Upaya-upaya pemerintah dalam promosi dan penetapan terminal di depan pasar Petobo hanya berdampak kecil bagi pertumbuhan pasar ini.
“Sebenarnya pasar ini tidak sepi, cuman para pedagangnya yang kurang. Karena kurangnya para pedagang, jualan yang tersedia di Pasar ini kurang lengkap dan para pembeli mencari ditempat lain.” Tutur Permadi, pedagang yang berjualan di Pasar Bulili tersebut. 

     Aktifitas jual beli relatif sepi, oleh karena itu para pedagang memutuskan untuk berdagang kembali di tepi-tepi jalan di Kota Palu. Lihat saja di jalan Dewi Sartika, jalan Towua, jalan Banteng, jalan Kijang, jalan I Gusti Ngurahrai, dan jalan Tombolotutu kini ada pasar-pasar kecil atau biasa disebut Pasar Tumpah. Kondisi ini mengancam kelancaran lalu lintas kendaraan di Kota Palu, serta membuat penataan Kota Palu terlihat semeraut. Para pedagang pasar yang berdagangan tersebut mendagangkan ikan dan sayur-sayuran. 
“Para pedagang dipasar ini kini banyak yang pindah di jalan Dewi Sartika, menurut mereka berjualan disana lokasinya lebih strategis karena para pembeli lebih mudah mengaksesnya. Tapi kalau pemerintah melarang aktifitas jual beli di tepi jalan tersebut mungkin para pedagang akan tetap disini dan Pasar Induk Bulili ini tetap ramai, karena para pembeli otomatis akan tetap datang disini walaupum jauh.” Ujar Permadi, meyesali.
Di tengah-tengah kembalinya para pedagang ke jalan-jalan Kota, ada juga beberapa pedagang yang terpaksa bertahan di Pasar Induk Petobo. Sebagian pedagang-pedagang yang masih bertahan di Pasar Induk Petobo tetap berjualan seperti biasanya.
“Saya tetap akan berjualan di Pasar ini, karena saya ingin mempertahankan Pasar ini supaya tidak mati. Kalau pindah berjualan di jalan raya saya juga bisa tetapi saya tidak mau karena saya ingin mempertahankan Pasar ini. Padahal Pasar ini dibangun karena program pemerintah, masa mau dibiarkan mati begitu saja.” Lanjut Permadi 
Tidak ada aktifitas jual beli

Kepala seksi (Kasi) Retribusi Pasar pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Perindakop) dan UKM Kota Palu, Desinanto Lebang membenarkan pembangunan pasar tersebut telah menghabiskan dana APBD dan APBN miliaran rupiah.
 Dia mengatakan, pasar tradisional Bulili Petobo, sejak direnovasi tahun 2009, telah menghabiskan dana APBD Kota Palu sebanyak Rp 1 miliar. Kemudian, pada tahun 2009 pasar tradisional Bulili Petobo juga memperoleh dana stimulus melalui departemen koperasi sebanyak Rp 1 miliar. Selanjutnya pada 2010, pasar tradisional Bulili Petobo kembali memperoleh anggaran sebanyak Rp946.280.000, ditambah dana APBD Rp33.720.000.

Pedagang Pasar Tumpah yang ada di jalan Dewi Sartika sendiri sudah pernah dipindahkan kembali ke Pasar Bulili, tetapi mereka tetap kembali berjualan di jalanan lagi.
 “Para pedagang yang berjualan di tepi-tepi jalan Dewi Sartika tersebut sudah pernah dipindahkan oleh Satpol PP kembali ke Pasar Bulili, tetapi mereka tetap pindah berjualan di tepi jalan Dewi Sartika. Tidak mungkin mereka harus diberitahukan berkali-kali sudah besar kok” kata Yudhi Riyani selaku Kepala bidang Pasar Kota Palu.

Solusi dari pemerintah untuk Pasar Bulili ialah menjadikan Pasar Bulili tersebut sebagai pusat para pedagang Cakar yang ada di Palu.
“Solusinya mungkin Pasar Bulili akan saya jadikan sebagai pusat Cakar yang ada dipalu. Pemerintah bekerja sama dengan Asosiasi Pedagang Cakar Kota palu menjadikan Pasar bulili tersebut sebagai pusat Cakar yang ada di palu. Jadi, semua para pedagang Cakar yang ada di Palu di pindahkan ke Pasar Bulili dan tidak ada lagi pedagang cakar yang berjualan di pinggir jalan. Rencana ini mungkin akan di realisasikan 2015 mendatang.” Lanjut Yudhi Riyani

Tetapi menurut asumsi saya tidak hanya di pindahkan begitu saja, pemerintah juga perlu mempublikasikan secara luas tempat tersebut. Agar dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Selain itu perlu juga untuk menjaga kebersihan Pasar, guna memberikan rasa nyaman kepada pembeli yang ingin berbelanja di Pasar tersebut. Agar Pasar Tradisional yang ada di Kota Palu ini tidak kalah dengan Pasar Moderen yang semakin banyak dibangun di Kota Palu.